Alasan Anak Muda Pilih Thrifting Pakaian Bekas, Tak Cuma Harga Murah

Di era di mana perubahan cepat dalam tren mode menjadi hal biasa, banyak anak muda yang mulai berpaling dari model konsumsi pakaian massal dan murah. Salah satu fenomena yang semakin populer adalah thrifting — yaitu membeli pakaian bekas atau second-hand, bukan hanya karena harganya lebih murah, tetapi karena sejumlah alasan yang lebih dalam dan mendalam. Dalam artikel ini, kita akan menelusuri mengapa generasi muda — khususnya generasi Gen Z dan generasi milenial — memilih thrifting sebagai bagian dari gaya hidup mereka, apa keuntungan dan tantangannya, serta bagaimana tren ini dapat memberi dampak lebih besar di ranah mode dan lingkungan. Berita Fashion terlengkap hanya ada di lelitier.fr


Apa Itu Thrifting dan Kenapa Menjadi Tren Anak Muda

Thrifting secara sederhana berarti membeli pakaian bekas atau barang lama lainnya, biasanya dari toko barang bekas, pasar loak, atau platform daring. Namun bagi banyak anak muda, aksi thrifting tidak sebatas “mencari barang murah” — melainkan sebuah pilihan penuh kesadaran.
Menurut sebuah artikel dari Goodwill Industries International, generasi muda memilih second-hand karena mereka ingin mengekspresikan keunikan diri, sekaligus mendukung praktik ramah lingkungan dan etis dalam industri mode. Goodwill Industries International
Sementara itu, sebuah analisis lifestyle dari ALAMI (Indonesia) menyebut bahwa “thrifting gives a chance for creative young minds to discover their own style … with only a little money, they can also develop their creativity.” ALAMI Sharia
Di sisi lain, fenomena sosial-media juga turut memperkuat tren ini. Platform seperti TikTok dan Instagram menampilkan “haul th­­rifting” dan gaya vintage/second-hand sebagai gaya hidup, bukan hanya alternatif ekonomis. Buy Thrift+1


Lima Alasan Anak Muda Pilih Thrifting

Berikut lima alasan utama mengapa thrifting begitu digemari oleh generasi muda:

  1. Ekspresi diri dan keunikan
    Barang-barang bekas sering kali unik, tidak hanya asal diproduksi massal. Dengan memakai pakaian yang “tidak banyak orang punya”, anak muda merasa bisa membedakan gaya mereka dari yang lain. Artikel MADE menyebut: “The unique and often unexpected finds offer opportunities for self-expression and individuality.” madetrends.com
    Kalimat singkatnya: Thrifting memungkinkan kamu menemukan “hidden gems” yang tidak seenak-enaknya di toko fast-fashion.
  2. Kesadaran lingkungan dan etis
    Industri mode cepat (fast fashion) dikenal sebagai salah satu penyumbang limbah tekstil dan emisi karbon yang besar. Dengan memilih pakaian bekas, pengguna turut mengurangi permintaan produksi baru dan menghindari pola “pakai sebentar buang”. Goodwill menyebut bahwa generasi muda memilih second-hand sebagai bagian dari “promote eco-friendly practices”. Goodwill Industries International
    Di Indonesia pun, blog ALAMI menyebut bahwa thrifting “great way of reducing the volume of the waste that we produce in the midst of rampant consumerism.” ALAMI Sharia
  3. Harga lebih terjangkau & nilai lebih besar
    Memang, harga murah adalah daya tarik awal. Namun anak muda melihat lebih dari itu: harga murah + potensi “nilai” tambahan (contoh: pakaian vintage, branded second-hand, atau potongan yang bisa di-upcycle). Sebuah artikel menyebut faktor ekonomis sebagai salah satu alasan penting: “thrifting is more popular … such as the inexpensive prices” The Mass Media
    Dari segi ekonomi, ini terasa sebagai langkah cerdas: “dapat barang bagus dengan dana terbatas”.
  4. Gaya hidup komunitas & sosial media
    Thrifting kini memiliki komunitas sendiri — mulai dari komunitas offline (klasik: pasar loak, toko barang bekas) hingga komunitas daring (grup Facebook/Telegram, Instagram #thriftstyle, TikTok). Artikel dari BuyThrift men­catat: “Social media plays a big role … many teens and young adults like sharing their thrifting adventures through story videos …” Buy Thrift
    Dengan bantuan tagar seperti #ThriftTok atau #VintageFinds, thrifting menjadi aktivitas yang dipamerkan, dibagikan, dan dirayakan.
  5. Tren mode vintage & keberlanjutan gaya
    Gaya retro, Y2K, atau fashion dari era sebelumnya (’90-an, 2000-an) kembali populer. Mengunjungi toko barang bekas bisa jadi cara untuk mendapatkan potongan vintage asli, bukan hanya sekadar tiruan. Artikel Courier-Journal menyebut: “Y2K fashion’s resurgence, affordability, and sustainability concerns are driving a thrift store boom, particularly among younger shoppers.” Courier Journal
    Dengan demikian, thrifting sekaligus mendukung gaya “kembali ke masa lalu” namun dengan pendekatan modern dan sadar gaya.

Keuntungan Thrifting yang Jarang Disadari

Selain lima alasan di atas, ada beberapa keuntungan tambahan yang mungkin tidak langsung terlintas:

  • Kualitas yang sering lebih baik: Banyak pakaian bekas—terutama vintage—dihasilkan dengan bahan atau jahitan yang lebih kokoh dibanding produksi massal modern.
  • Mengasah kreativitas: Anak muda bisa mengkombinasikan barang-barang thrift dengan gaya mereka sendiri, atau melakukan modifikasi (custom, upcycle) sehingga makin personal.
  • Mengurangi tekanan konsumsi: Dalam budaya “fast fashion” yang menekan untuk membeli barang baru setiap musim, thrifting menawarkan alternatif yang lebih tenang dan berkelanjutan.
  • Pelibatan komunitas lokal: Toko thrift lokal, pasar barang bekas bisa jadi ruang sosial dan ekonomi lokal yang mendukung aktivitas ekonomi mikro.

Tantangan dan Catatan Penting

Walau banyak keuntungan, thrifting juga menghadapi tantangan dan hal-yang-perlu-diwaspadai:

  • Ketersediaan ukuran dan pilihan terbatas: Karena barangnya bekas, stok sering terbatas dan ukuran atau kondisi tidak selalu ideal. Artikel dari The Mass Media mencatat bahwa meski populer, thrifting bisa jadi kurang ideal dari segi ukuran atau variasi. The Mass Media
  • Isu aksesibilitas dan etika reselling: Ada kritik bahwa ketika thrifting menjadi “trending”, banyak orang (termasuk resellers) yang membeli barang bekas massal untuk dijual kembali, sehingga mengurangi akses barang murah bagi mereka yang benar-benar membutuhkan. Medium+1
  • Stigma sosial atau persepsi “barang bekas = rendah”: Meskipun semakin berkurang, masih ada sebagian yang memandang negatif barang bekas—anak muda yang memilih harus “membuktikan” bahwa thrifting adalah pilihan cerdas, bukan sekadar karena harus.
  • Kondisi barang: Pakaian bekas bisa saja memiliki cacat tersembunyi (robek kecil, motif pudar, bahan menipis) sehingga harus diperiksa dengan cermat.

Bagaimana Mengoptimalkan Thrifting untuk Anak Muda

Untuk anak muda yang tertarik menjadikan thrifting sebagai bagian dari gaya hidup, berikut beberapa tips agar pengalaman lebih maksimal:

  • Telusuri toko thrift lokal dan marketplace: Baik toko fisik di kota Anda maupun platform online second-hand yang terpercaya.
  • Bawa daftar “yang dibutuhkan” tapi jangan kaku: Karena pilihan terbatas, fleksibel dalam warna/model memungkinkan Anda menemukan barang yang unik.
  • Periksa kondisi barang dengan seksama sebelum membeli: jahitan, noda tersembunyi, ukuran, apakah perlu perbaikan (upcycle) atau langsung pakai.
  • Bermain dengan gaya dan kombinasi: Gunakan barang thrift sebagai statement piece—gabungkan dengan barang “baru” agar tidak terlihat terlalu “second hand”.
  • Upcycle atau sesuaikan jika diperlukan: Potong, tambal, tambahkan aksesori—ini membuat pakaian semakin unik dan sesuai gaya Anda.
  • Sukses dengan reselling jika mau: Bila Anda tertarik, Anda bisa membeli dulu barang thrift bagus, lalu dijual kembali dengan modifikasi, namun tetap etis dan tidak merugikan komunitas lokal.

Dampak Lebih Besar dari Thrifting

Tren thrifting anak muda bukan hanya soal gaya atau harga, tapi punya dampak yang lebih luas:

  • Lingkungan: Dengan memperpanjang umur pakaian, kita mengurangi limbah tekstil serta mengurangi produksi baru yang membutuhkan air, energi dan bahan baku. Artikel vintage fashion disebut sebagai salah satu cara-alternatif untuk mengurangi textile waste. Wikipedia
  • Ekonomi sirkular: Barang bekas menjadi aset yang bisa digunakan ulang, dijual kembali, di-upcycle—bagian dari ekonomi sirkular, bukan linear konsumsi buang.
  • Budaya dan identitas: Thrifting menumbuhkan nilai beda dan kreatifitas di kalangan anak muda—ini berarti mode bukan hanya mengikuti merek besar tetapi bisa sendiri.
  • Industri mode berpikir ulang: Ketika konsumen muda semakin memilih second-hand, produsen mode mulai mempertimbangkan keberlanjutan dalam produksi dan model bisnis. Goodwill menyebut generasi muda sebagai pendorong perubahan. Goodwill Industries International

Kesimpulan

Thrifting bagi anak muda saat ini lebih dari sekadar mencari pakaian murah. Ia merepresentasikan nilai-nilai seperti keunikan, kesadaran lingkungan, kreativitas, dan komunitas. Dengan berbagai keuntungan dan tantangan yang menyertainya, thrifting menunjukkan bahwa pakaian bekas bisa menjadi pilihan moda yang cerdas dan bermakna.
Bagi generasi muda yang ingin menggabungkan gaya, nilai, dan pengaruh lingkungan, thrifting menjadi jalan yang tepat—karena di balik seti